Taman Nasional Tanjung Puting terletak di Waringin Barat, Teluk Pulai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, merupakan tempat penangkaran terluas di dunia yang dikhususkan untuk melestarikan satwa endemik Kalimantan yaitu orangutan. Keberadaan Taman Nasional Tanjung Puting lebih dikenal oleh masyarakat Eropa dibandingkan masyarakat Indonesia.
Perjalanan ke Tanjung Puting ini total ada 13 orang yang berangkat dari Jakarta ke Pangkalan Bun sekitar jam 09.30 WIB dengan waktu tempuh perjalanan selama 60 menit dengan pesawat udara. Sesampainya di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun, kami dijemput oleh tour guide kami. Tour guide segera membawa kami menuju Pelabuhan Kumai. Jarak antara bandara dan Pelabuhan Kumai tidak terlalu jauh dan dapat ditempuh dalam waktu 30 menit.
Hari Pertama Ke Taman Nasional Tanjung Puting
Sesampainya di Kumai, kami disambut oleh guide kami, dan belasan kapal ‘klotok’, alat transportasi utama yang akan kami digunakan untuk menjelajah Taman Nasional Tanjung Puting. Dinamakan kapal klotok karena kapal ini bunyinya “tok tok tok”. Klotok ini akan menjadi rumah kami selama tiga hari ke depan. Karena jumlah kami 13 orang, kami menggunakan dua buah klotok. Satu klotok difungsikan sebagai kapal barang, dan satu lagi sebagai transportasi utama.
Varian klotok ini bermacam-macam, mulai dari yang mewah (ada AC, springbed, TV, sofa, dan lain-lain), hingga klotok minimalis seperti yang kami gunakan. Selain menggunakan klotok, Tanjung Puting juga bisa dicapai menggunakan speedboat. Akan tetapi, pemandangan di Tanjung Puting lebih “syahdu” dinikmati perlahan-lahan menggunakan klotok.
Klotok pun mulai berangkat menyusuri Sungai Sekonyer dengan sekitar delapan Anak Buah Kapal (ABK) yang melayani seluruh urusan kami selama di Tanjung Puting, mulai dari memasakkan makanan, menyiapkan kasur dan kelambu untuk tidur, membersihkan kapal, menimba air, hingga membawakan air mineral.
Sebagai gambaran, rata-rata menu makan kami selama di klotok biasanya terdiri dari nasi, ayam/ikan, tempe/tahu, sayur, dan buah. Bahkan untuk sarapan kami disiapkan roti panggang, jus, telor dadar, dan nasi goreng. Benar-benar makmur sentosa.
Memasuki wilayah dalam Tanjung Puting, sinyal ponsel perlahan-lahan menghilang. Kami banyak menghabiskan waktu dengan mengobrol, tidur, dan menikmati pemandangan. Pemberhentian pertama kami adalah Tanjung Harapan, yang ditempuh 1,5 jam dari Kumai. Tanjung Harapan merupakan zona yang dikembangkan untuk pelestarian orangutan. Pejantan dominan di Tanjung Harapan adalah si Gundul.
Selesai dari Tanjung Harapan, kami menyusuri sisi sungai untuk melihat bekantan. Bekantan adalah sejenis monyet yang menjadi ikon Dunia Fantasi Ancol. Mereka hidup berkelompok di pucuk-pucuk pohon. Melihat mereka berkejaran dan bergelayut diantara dahan-dahan pohon.
Hari mulai gelap, dan kami kembali ke Tanjung Harapan untuk sandar kapal. ABK menyiapkan makan malam, yaitu candle light dinner di pinggir dermaga. Menu yang disajikan enak banget! Ada cumi, ayam, ikan, sayur kangkung, sambil melihat gugusan bintang.
Saat kami kembali ke klotok, kasur-kasur untuk tidur sudah siap. Masing-masing dari kami diberikan sebuah kasur, satu bantal, dan kelambu yang digunakan dua orang. Kedua klotok kami diikat dan ditutupi semacam terpal di sisi luar. Jadilah kamar ala kadarnya
O iya, air yang digunakan di kamar mandi klotok dipompa langsung dari Sungai Sekonyer. Jadi ya warnanya coklat. Ketika buang air atau cuci muka pun saya berusaha tidak memperhatikan warna coklat air tersebut. Malam itu, kami tidur dengan nyenyak diombang-ambing arus sungai.
Hari Kedua Di Tanjung Puting
Setelah sarapan, kami menuju feeding station kedua, yaitu Pondok Tanggui. Sayang sekali, di Pondok Tanggui kami tidak menemui satu orangutan pun. Pawang berkali-kali mengeluarkan suara khusus untuk memanggil orangutan. Hingga satu jam berlalu, kami memutuskan untuk bertolak ke lokasi lain.
Dari Pondok Tanggui kami menuju Camp Leakey. Di tengah jalan, kami melewati persimpangan Sungai Sekonyer yang berair cokelat dan hitam. Walaupun hitam, tetapi airnya sangat jernih. Mungkin warna hitam tersebut disebabkan oleh warna tanah. Ini merupakan lokasi paling epic untuk berfoto-foto sambil memandangi orangutan dan bekantan liar.
Setelah tiga jam ber-klotok, kami sampai di Camp Leakey. Camp Leakey merupakan rumah dari Tom, “thefamous” orangutan. Semenjak kecil, Tom sudah menjadi sorotan dunia. Ia merupakan pejantan dominan di Camp Leakey. Tom juga sudah pernah menjadi cover Majalah National Geographic dan digendong aktris Julia Roberts ketika kecil. Saat Tom muncul, tidak ada orangutan lain yang berani mendekat.
Sore hari tiba. Kami menunggu klotok yang tak kunjung datang. Ternyata, mesin klotok kami rusak sehingga harus ditarik oleh kapal lain. Kami pun menikmati senja di klotok yang mogok sambil bercengkrama. Hari mulai gelap. Bintang-bintang mulai tampak. Kami semua tidur rebahan di dek depan klotok sambil mengamati bintang-bintang. Sesekali terlihat meteor yang jatuh.
Hari Ketiga Meninggalkan Taman Nasional
Ini merupakan hari terakhir kami di Tanjung Puting. Setelah sarapan pagi yang rasanya nikmat sekali, persiapan perjalanan pulang. Di sepanjang perjalanan pulang, kami banyak mengobrol, tertawa, dan bermain permainan-permainan bodoh. Yang kalah mukanya dicoret-coret dengan pinsil alis. Ada yang digambar pegunungan, kembang, burung, jambang, jenggot, dan lain-lain. Ada pula yang didandani dengan lipstik merah.
Peraturan bersama memutuskan kami untuk tidak menghapus coretan tersebut sampai tiba di Bandara Soekarno-Hatta nanti. Sepasang turis asing pun sampai meminta foto bersama kami di kapal. Sampai di Bandara Iskandar Pangkalan Bun, kami menjadi pusat perhatian turis dan petugas airline. Ya udah lah, malunya rame-rame. Lagipula biar ada kenangannya.
Tiba di Cengkareng, trip kami pun usai. Begitu besar arti kealpaan sinyal ponsel dan perasaan senasib sepenanggungan di tengah hutan antah berantah. Kami yang tidak saling kenal ketika berangkat, pulang-pulang menjadi sahabat.
Saran dan Tips Wisata Ke Tanjung Puting
Untuk menjelajahi Taman Nasional Tanjung Puting disarankan menggunakan sepatu kets (saya sendiri menggunakan running shoes), karena jalan setapak cukup berlumpur dan licin. Sepatu tertutup juga diperlukan untuk menghindari serangga-serangga hutan dan pacet.
- Bawa sunblock dan sunglass.
- Pangkalan Bun itu panas sekali.
- Selalu pakai lotion anti nyamuk.
- Minum obat anti malaria sebelum, selama, dan setelah trip.
- Bawa baju secukupnya saja. Bakal jarang mandi.
- Harus siap mental menahan “pup“ kalau tidak biasa “pup” di alam liar.
- Harus siap mental tidak mandi kalau kapal sandar di air payau (airnya lengket dan bau).
- Bawa tisu basah yang banyak untuk ‘mandi’.
- Bawa uang tunai yang cukup untuk membeli oleh-oleh. Di Pelabuhan Kumai dijual boneka, kaos, badge, gantungan kunci, dan tas orangutan sebagai kenang-kenangan
Perjalanan Ke Taman Nasional Tanjung Puting