Nusa Tenggara Timur (NTT) memang kaya akan hasil laut, terdapat beberapa Tempat Pendarat Ikan (TPI) yang ada di NTT dan menyediakan ikan-ikan berkualitas tinggi dikarenakan lautnya yang masih bersih dan belum tercemar limbah. Air laut di pelabuhan ini juga tampak bening. Ikan berwarna-warni indah berenang laut sekitar pelabuhan ikan Maumere.
Dari Maumere Menuju Ende
Pagi hari pukul 06.00 WITA kami sudah tiba di TPI Maumere. Transaksi jual beli ikan salah satunya berlangsung di pelabuhan ikan ini. Berbagai jenis ikan segar bisa kita lihat mulai dari ukuran kecil hingga besar sejenis ikan tuna, ikan kerapu, ikan pari besar dan jenis lainnya. Puas mengabadikan kesibukan para penjual dan pembeli, menjelang pukul 08.00 kami beranjak pergi dari TPI Maumere.
Pantai Koka Maumere
Saat berkunjung ke Maumere tidak lupa juga kami mengunjungi sebuah pantai indah yang letaknya tidak jauh dari Kota Maumere. Pasir pantainya yang bersih dan air lautnya yang jernih serta tebing-tebing karang yang memagari pantai ini terlihat mempesona.
Ombaknya juga tidak terlalu besar. Itulah Pantai Koka, cocok untuk bermain air bersama sahabat atau keluarga, meski luar biasa indahnya namun fasilitasnya masih minim sekali. Minim fasilitas namun lokasi ini sudah mulai dilirik para wisatawan asing maupun mancanegara. Kebanyakan wisatawan Italia berkunjung ke pantai ini di samping para wisatawan dari mancanegara lainnya dan domestik.
Kedatangan kami siang itu, disambut cuaca yang terasa sangat terik tetapi justru menambah keindahan alam pantai Koka, warna biru semakin berkilau kala kita memandangnya. Ada lokasi yang bisa dijangkau untuk kita bisa memandang luas pantai di sekitar, menaiki bukit koka, kita bisa memandang laut dan pantai yang indah.
Hanya sekitar dua jam perjalanan dari Maumere kami menikmati alam dan puas berfoto-foto di pantai ini. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke Ende dengan menempuh waktu perjalanan darat selama kurang lebih 3 jam.
Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende
Setiba di Ende, kami teringat Soekarno dan Pancasilanya. Di sinilah Bung Karno merenungkan Pancasila saat dirinya masih dalam masa pengasingan pada 1934-1939 di mana pergerakan Soekarno dan beberapa rekannya waktu itu dianggap membahayakan pemerintahan Belanda.
Rumah pengasingan Bung Karno berlokasi di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama empat tahun (14 Januari 1934 sampai dengan 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan. Perlu 8 hari perjalanan menggunakan kapal. Belanda sengaja membuang Soekarno ke tempat jauh agar bisa memutus hubungan dengan para loyalisnya.
Di Ende, Soekarno dan istrinya, Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya, Ibu Amsi, menempati rumah Abdullah Ambuwawu. Sebagai seseorang yang diasingkan, Bung Karno hidup sangat sederhana hanya sedikit memiliki akses untuk berkorespondensi.
Keadaan ini membuat Soekarno tertekan, namun, tak patah arang. Justru bisa berpikir lebih dalam tentang banyak hal. Mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam, hingga belajar pluralisme dengan bergaul bersama pastor di Ende. Aktivitas Soekarno lainnya, melukis hingga menulis naskah drama pementasan.
Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat sebuah taman. Di taman inilah Bung Karno banyak merenung, di bawah sebuah pohon sukun. Salah satu hasil perenungannya adalah Pancasila. Kini, taman ini dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila. Lokasinya di Kelurahan Rukun Lima. Patung Bung Karno di samping pohon sukun di kompleks Pelabuhan Bung Karno, Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di taman tersebut, terdapat patung Soekarno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut. Sementara, pohon sukun yang ada di Taman Renungan Bung Karno disebut Pohon Pancasila. Pohon yang ada saat ini adalah pohon yang ditanam pada 1981, karena pohon yang asli sudah tumbang sejak 1960.
Perjalanan Dari Maumere Menuju Ende, Flores